Selamat pagi pecinta Sabtu berseri! Sudah sarapan? Sebungkus nasi, sepotong roti, atau hanya sekedar sebait puisi? Tak mengapa, apapun sarapan Anda yang paling penting adalah kandungan nutrisinya. Sarapan menjadi bermakna bukan karena bentuknya, melainkan karena bertemunya sari-sari sarapan itu dengan keinginan yang menyebabkan Anda sarapan#protesbayar
Dalam tarikan yang lebih luas, makna dasar sarapan ini sepertinya bisa juga digunakan untuk memahami berbagai hal, kalau bukan semuanya, yang terjadi di dunia ini. Ketika Anda membeli nasi bungkus pagi ini, apakah Anda berpikir bahwa penjual nasi itu demikian baiknya karena mau bekerja keras demi terpenuhinya sarapan Anda? Bila itu yang terjadi, bisa jadi Anda salah. Penjual nasi bungkus itu mau bekerja keras karena dia punya kepentingan untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan itu ia perlukan untuk dapat bertahan hidup.
Pun ketika ban sepeda Anda bocor, lantas ada tukang tambal ban yang menambal ban sepeda Anda, itu juga terjadi karena ada dorongan kepentingan tertentu. Ketika Anda sakit, ada dokter yang siap untuk mengobati, ketika Anda bodoh ada guru yang mengajari, dan sebagainya.
Kepentingan sebagai dorongan utama seseorang melakukan sesuatu untuk orang lain, akan lebih kentara dalam dunia politik. Siapa yang masih bisa mengatakan bahwa seorang politikus lepas sama sekali dari kepentingan diri sendiri ketika dengan gagahnya menyatakan bahwa ia berjuang demi rakyat, bangsa, dan negara?
Oh, jadi semua itu hanya karena kepentingan? Jadi, bukan pada tempatnya kita menghargai upaya-upaya tersebut?
Nanti dulu! Meski di belakang semua itu hanyalah ‘kepentingan’ tetapi ada yang harus ‘sangat’ kita hargai. Sebut saja misalnya, tukang nasi bungkus. Kepentingannya untuk memperoleh keuntungan ternyata mampu mendorongnya untuk bekerja keras bahkan menemukan cara yang baik untuk memperolehnya. Artinya, ada kecerdasan yang muncul karena kepentingan yang ada. Demikian pula dengan tukang tambal ban, kecuali yang sembari menebar ranjau paku.
Lantas bagaimana dengan politikus? Boleh jadi, gambaran politikus di negeri ini memang cenderung memunculkan persepsi negatif. Kepentingan mereka memunculkan kecerdasan yang kurang ajar. Berbungkus slogan dan jargon berjuang demi masyarakat, tetapi sebenarnya sedang mengeruk keuntungan untuk diri sendiri dan kelompoknya. Bahwa bisa jadi tidak semua seperti itu, mungkin saja, tetapi setidaknya hal itu mengingatkan kita untuk tidak terlalu mendewakan mereka. Mengambil jarak untuk memikirkan kebijakan yang mereka buat, memberi ruang dan waktu bagi kita untuk lebih jernih memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi. Sudahkah itu Anda lakukan?