PPP Kualat, Benarkah?

Sampai tulisan ini diupload,belum ada titik terang dari kemelut PPP. Konon, kantor mereka masih digembok pasca Rapimnas kemarin. Kedua kubu, kubu SDA dan penentangnya saling tuding dan merasa paling benar dengan tindakannya. Berdasar Rapimnas itu pula, SDA diberhentikan sementara sebagai pucuk pimpinan partai.

Pertikaian daam sebuah Parpol memang lazimterjadi di Indonesia. Bukan apa-apa, penyebabnya bisa jadi karena begitu kentalnya masing-masing anggota partai mengusung kepentingan pribadi. Bahwa ada semacam semboyan atau jargon atau apalah yang menjadi pedoman partai, memang begitu adanya. Akan tetapi, semua itu hanya menjadi semacam prasasti saja. Dalam perjalanan partai dikemudian hari, tak jarang semboyan itu menjadi tak berarti. Kepentingan pribadi atau kelompok tetap saja menjadi panglima.

Oleh sebab itu, rasanya sulit untuk percaya bahwa partai-partai itu akan berjuang untuk rakyat. Begitupun dengan mereka yang mengatasnamakan partai Islam atau partai berbasis Islam, hampir tidak bisa dipercaya kalau mereka akan memperjuangkan kepentingan umat. Bukankah sudah banyak contoh untuk itu? Maka, hampir tidak mungkin mereka akan bersatu karena jelas mereka tidak berpijak pada satu kepentingan.

Kembali pada kisruh PPP ini, boleh jadi memang tak lepas dari gaya ‘grusak-grusuk’-nya sang Ketum. Ada yang bilang, mungkin Beliau satu-satunya Ketum Parpol paing aneh karena hadir dan ikut berkampanye bagi parpol lain. Masuk akal kiranya bila ini mengundang gejolak di kalangan internal. Anggota militan tentu tidak rela partainya direndahkan sedemikian rupa.

Akan tetapi, ada ‘pencerahan’ yang cukup menggelitik dari kasus itu. Seorang kawan di status FB-nya mengatakan bahwa kisruh itu semacam ‘kualat’ karena PPP memakai gambar Ka’bah, tempat yang menjadi kiblat semua umat muslim ketika salat. Bayangkan, gambar tempat suci ini ketika kampanye ditempel di sembarang tempat, mulai dari tembok, tiang listrik, dan sebagainya. Sepertinya memang hanya guyonan, tetapi bila dikaji cukup dalam juga maknanya. Apalagi, motto PPP sebagai ‘Rumah Besar Umat Islam’, seolah-olah mengklaim tanpa izin dari umat Islam Indonesia. Bukankah secara fakta ada banyak sekali umat Islam Indonesia dengan alirannya masing masing? Apakah benar semua umat Islam Indonesia rela berrumah di bawah naungan PPP? Belum tentu bukan? Jadi, mungkin memang ada baiknya PPP berkaca seperti yang dinasihatkan teman saya tersebut seperti dalam statusnya di bawah ini :

PPP